News

Wamenperin: Industri Hasil Tembakau Sektor Strategis, Sumbang Triliunan Rupiah dan Serap Jutaan Pekerja

221
×

Wamenperin: Industri Hasil Tembakau Sektor Strategis, Sumbang Triliunan Rupiah dan Serap Jutaan Pekerja

Sebarkan artikel ini
Wamenperin Faisol Riza menegaskan industri hasil tembakau (IHT) sebagai sektor strategis nasional (Foto: Kementerian Perindustrian)

NEWSENERGI.COM – Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza menegaskan bahwa Industri Hasil Tembakau (IHT) merupakan sektor strategis nasional yang memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian negara, mulai dari penerimaan negara hingga penyerapan tenaga kerja.

Pernyataan ini disampaikan Wamenperin dalam diskusi bersama Forum Wartawan Industri (Forwin) di Jakarta, akhir bulan lalu. Ia memaparkan data konkret yang menunjukkan peran vital IHT dalam menopang pendapatan negara dan lapangan kerja.

Menurut Faisol Riza, sumbangan IHT terhadap kas negara sangat signifikan. Penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada tahun 2024 diproyeksikan mencapai Rp216,9 triliun. Selain itu, sektor ini menyerap tenaga kerja dalam jumlah masif, tercatat mencapai 5,98 juta orang dari hulu hingga hilir.

Kontribusi IHT juga terlihat dari kinerja ekspor. “Nilai ekspor produk hasil tembakau 2024 mencapai USD1,85 miliar. Nilai ini meningkat 21,71% dibanding tahun sebelumnya,” kata Wamenperin.

Faisol menjelaskan, ekosistem pertembakauan Indonesia sudah terbentuk kuat sejak zaman kolonial Belanda dan terus bertahan. Rantai nilai IHT mencakup petani tembakau, buruh pabrik, pedagang, hingga eksportir.

“Struktur industrinya juga sangat lengkap. Kita memiliki industri pengeringan tembakau, kertas rokok, filter, bumbu, dan sigaret,” jelasnya.

Dengan basis industri yang kuat, Indonesia kini menempati posisi sebagai eksportir tembakau peringkat ke-4 dunia. Ia pun optimistis ekspor produk IHT akan terus meningkat ke depannya.

Pengendalian Konsumsi vs Rokok Ilegal
Meskipun strategis, Wamenperin tidak memungkiri bahwa IHT memiliki eksternalitas negatif, terutama risiko kesehatan. Oleh karena itu, ia menekankan perlunya kebijakan fiskal dan non-fiskal yang seimbang.

“Tarif cukai harus jadi instrumen pengendalian konsumsi, terutama agar tidak mudah diakses anak-anak,” tegas Faisol.

Namun, ia mengingatkan adanya risiko besar di balik kenaikan tarif yang terlalu agresif. Kenaikan tarif berisiko menekan industri legal dan sebaliknya, mendorong peredaran rokok ilegal yang merugikan negara dan industri.

READ  Juventus vs Borussia Dortmund: Duel Klasik Eropa Buka Kiprah Liga Champions 2025/2026

Wamenperin mencontohkan, sejak 2020 hingga 2024, tarif cukai telah naik berturut-turut sebesar 23%, 12,5%, 12%, 10%, dan 10%. Kenaikan beruntun ini, menurutnya, mengakibatkan peredaran rokok ilegal semakin masif di masyarakat, merugikan industri yang patuh membayar cukai.

Selain kebijakan fiskal, ia juga menyoroti kebijakan non-fiskal seperti Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, di mana sejumlah ketentuannya akan berlaku penuh mulai Juli 2026.

Mengingat ruang gerak industri yang semakin terbatas dan keberlangsungan enam juta pekerja yang dipertaruhkan, Wamenperin mengapresiasi pernyataan Menteri Keuangan yang memastikan tarif cukai tidak akan naik pada tahun depan.

“Kami berharap kebijakan IHT lebih komprehensif, mempertimbangkan aspek kesehatan dan ekonomi,” pungkasnya. “Tingginya peredaran rokok ilegal harus menjadi variabel penting dalam perumusan kebijakan,” tutup Faisol Riza. (YIJ)